Senin, 10 Agustus 2015

Transportasi Publik Ramah Lingkungan Menggunakan Kereta Commuter Jabodetabek

Kereta Rel Listrik

Sesuai dengan namanya, Kereta Rel Listrik, artinya untuk menggerakkan kereta ini diperlukan energi listrik sebagai sumber. Sangat mudah mengidentifikasi KRL, jalur KRL selalu memiliki saluran listrik di atasnya. Tentu saja berbeda dengan jalur kereta lintas jawa (KA. Argo, KA. Parahyangan, dsb) yang tidak memiliki saluran listrik diatasnya karena yang beroperasi di situ merupakan kereta rel diesel.
Setiap hari penduduk yang tinggal di Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi harus pergi dan pulang dari tempat tinggalnya menuju tempat aktivitas di Jakarta. Kereta Rel Listrik (KRL) menjadi moda alternatif yang menjanjikan. Pergerakan para komuter didominasi oleh kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Hanya sebagian kecil yang memanfaatkan kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek. Minimnya minat menggunakan KRL antara lain diakibatkan oleh kondisi prasarana dan sarana kereta api yang tidak menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan. Pelayanan yang buruk muncul dalam berbagai berita di media massa seiring dengan warta kecelakaan, baik antarkereta api, antara kereta api dan moda transportasi lain, atau jalur kereta api yang menyebabkan kereta anjlok.
Untuk mengurai kemacetan jalan raya yang semakin parah, alternatifnya adalah memaksimalkan moda transportasi KRL Jabodetabek karena daya angkutnya bisa mencapai ribuan orang. Satu rangkaian yang terdiri dari delapan kereta, misalnya, mampu membawa 1.500 orang.
Pada 24 November 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2011 tentang Penugasan Kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno - Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi. Secara umum perpres itu memberi PT KAI tugas baru untuk membuat sarana dan prasarana kereta api yang dapat menghubungkan area Jabodetabek dan Bandara Soekarno-Hatta.


KRL - Kereta Commuter Jabodetabek

Kini, naik KRL terasa berbeda. Wajah stasiun-stasiun terlihat rapi dengan
peron yang bersih serta tersedia area parkir mobil dan sepeda motor bagi penumpang. Satu rangkaian KRL, misalnya di lintasan Bogor, kini terdiri dari 10 kereta. Sementara di lintasan lain, seperti Serpong-Tanah Abang, masih delapan kereta.
Penumpang mudah mengetahui waktu keberangkatan kereta dari grafik perjalanan kereta (gapeka) yang ditempel di stasiun ataupun dapat diunduh dari laman resmi PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ). Selain itu, kini kondisi di dalam gerbong terjaga kerapian dan kebersihannya. Seluruh perubahan itu membuat sebagian besar responden jajak pendapat (87,1 persen) mengatakan mereka puas menggunakan KRL.
Menurut catatan KCJ, anak perusahaan KAI yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kereta komuter, jumlah penumpang kereta komuter dari
tahun ke tahun bertambah. Jumlah penumpang tahun 2013 sekitar 600.000 per hari. Tahun berikutnya mencapai 700.000 penumpang dan pada Juni 2015 sudah mencapai 800.000 orang per hari. Pada hari kerja, jumlah penumpang bisa mencapai 830.000 orang per hari.

Keunggulan Kereta Commuter Jabodetabek

Lebih dari separuh responden (59,2 persen) menggunakan KRL beberapa kali dalam sebulan. Hanya 18,4 persen responden yang menggunakannya setiap
hari. Itulah sebabnya tiket yang dimiliki lebih dari separuh responden (57,7 persen) adalah tiket harian berjaminan (THB), sedangkan yang menggunakan kartu multitrip (KTM) hanya 29,8 persen.
Dengan tiket KRL itu, mereka pergi ke tempat kerja (34,9 persen), bertandang ke rumah kerabat (25,7 persen), atau ke kampus (7,4 persen). Dari hasil jajak pendapat itu juga diketahui lintasan yang paling sering digunakan responden adalah Lintasan Bogor (50,7 persen), lalu Bekasi (20,2 persen), dan
Maja/Parungpanjang/Serpong (14,7 persen). Apa pun tujuan responden menggunakan KRL, jenis tiket yang digunakan, ataupun lintasan yang dipilih, menurut mereka yang paling menyenangkan adalah waktu perjalanan lebih singkat (49,3 persen), terhindar dari kemacetan. Selain itu, biaya transportasi juga lebih murah (17,6 persen) dan nyaman (10,3 persen).
Adapun yang paling mengesalkan antara lain berjubelnya penumpang sehingga kereta penuh sesak (51,1 persen) serta jadwal keberangkatan dan kedatangan yang kerap tidak tepat (26,1 persen) meskipun sudah tercantum dalam gapeka.
Penambahan jumlah penumpang KRL bisa jadi karena tiketnya yang murah, seperti yang diutarakan sebagian besar (73,9 persen) responden. Mulai 1 April 2015, PT KCJ menetapkan untuk 1-25 kilometer pertama dikenai tarif Rp 2.000. Setelah itu kelipatan 1-10 kilometer berikutnya sebesar Rp 1.000 rupiah.

Perubahan tarif itu merupakan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2015 tentang Angkutan Orang dan Kereta Api. Bandingkan harga tiket KRL itu dengan ongkos tol. Apabila menggunakan kendaraan pribadi untuk pembayaran tol dari Serpong menuju Jakarta, misalnya, harus merogoh Rp 16.000. Dengan kereta hanya seperdelapannya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar