Kemacetan
di daerah ibu kota telah menjadi penyakit kronis sejak awal tahun 1990-an,
dengan kecenderungan yang semakin mengkhawatirkan. Berbagai solusi ditawarkan,
namun tidak satupun berjalan efektif untuk mengatasinya, karena solusi yang
ditawarkan (misal: jalur 3-in-1, jalur khusus bus, perbaikan jalan, dan
pembangunan jalan tol) cenderung terpilah-pilah (parsial), tidak sistematis,
dan tidak kontinu.
Kemacetan
dicirikan, secara teoritik, oleh arus yang tidak stabil, kecepatan tempuh
kendaraan yang lambat, serta antrian kendaraan yang panjang, yang biasanya
terjadi pada konsentrasi kegiatan sosial-ekonomi atau pada persimpangan
lalu-lintas di pusat-pusat perkotaan.
Anatomi kemacetan diperlihatkan secara skematik pada gambar berikut : permasalahan kemacetan Jakarta sederhananya adalah kelebihan
demand dan kekurangan supply (keterbatasan kapasitas). Kelebihan demand di sini
adalah terlalu banyaknya commuter (orang yang tinggal di sekitar Jakarta kerja
di dalam Jakarta) dengan menggunakan kendaraan pribadi. Kekurangan supply atau
keterbatasan kapasitas dimaksudkan terbatasnya jalan-jalan yang ada juga
keterbatasan pilihan kendaraan umum sebagai pengganti kendaraan pribadi. Serta
secara menyeluruh kurang baiknya manajemen transportasi kota Jakarta.
Penerapan
Traffic Management Center
Inovasi kecanggihan teknologi yaitu
membangun Traffic Management Center (TMC) di Direktorat Lalu lintas kemudian
dipindah ke Polda Metro Jaya. Upaya nyata dari kepolisian dalam mengatasi
masalah lalu lintas jalan raya khususnya di wilayah Jakarta yang memberikan
informasi baik mengenai registrasi kendaraan bermotor, pelanggaran, kecelakaan
lalu lintas dan lainnya sehingga masyarakat dapat terbantu, dan informasi yang
di peroleh benar benar akurat dan secara real time. Disisi petugas kepolisian
sendiri akan semakin mempermudah dalam penyebaran personel dilapangan karena
dapat diketahui titik titik mana saja yang berpotensi mengakibatkan kemacetan.
Pembentukan Traffic Manajement
Centre merupakan penjabaran kebijakan dan strategi Kapolri tahun
2002-2004. Direktorat Lalu Lintas
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya sebagai satu kesatuan Organisasi
yang melaksanakan tugas Operasional di bidang Lalu Lintas dalam pelaksanaan
tugasnya harus dapat menjabarkan Kebijakan dan Strategi Kapolri tersebut.
Action Plan Kapolda Metropolitan Jakarta Raya yang akan dilaksanakan oleh
seluruh kesatuan dikewilayahan. Pelaksanaan Action Plan Kapolda Metropolitan
Jakarta Raya tersebut dilaksanakan dengan menyelenggarakan suatu sistem
manajemen penyelenggaraan keamanan di ibukota dalam rangka menyikapi
perubahan-perubahan sosial yang terjadi. Pelaksanaan ini harus dilakukan secara
cepat, tepat, terprogram dan sistematis serta bersifat sinergis dengan semangat
Speed dan Professional serta penuh rasa kebanggaan dalam memberikan pelayanan
dan perlindungan bagi masyarakat untuk mewujudkan program quick wins.
Dalam rangka mengaplikasikan
kebijakan Kapolda Metropolitan Jakarta Raya untuk meningkatkan kinerja
pelayanan Polri (khususnya di bidang lalu lintas), maka Direktorat Lalu Lintas
Polda Metropolitan Jakarta Raya berusaha membangun sarana penunjangnya yakni
Sistem Informasi Aplikasi Polisi yang terintegrasi sehingga semua aplikasi
Polri yang telah dibangun dapat di akses dengan cepat, tepat dan akurat serta
dapat membantu kecepatan informasi yang disampaikan kepada seluruh pihak yang
berkepentingan, sehingga diharapkan mampu membantu pelaksanaan tugas Polantas
dalam menangani kemacetan, kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas secara cepat
dan profesional . Sarana ini diberi nama Traffic Management Centre ( TMC).
TMC berdiri sejak tahun 2005, waktu
itu masih di gedung Lantas Pancoran dan baru pindah ke Polda bulan Maret 2007.
Bagi polisi, TCM sendiri merupakan sarana K3i (Komando, Kendali, Koordinasi dan
Informasi). Artinya, segala macam kegiatan operasional lalu lintas itu
dikendalikan dari pusat komando TMC ini. TMC tetap baik untuk mengurangi
persoalan di jalan raya serta titik – titik yang rawan kejahatan . Traffic
Management Centre Polda Metro Jaya mempunyai 25 komputer, 3 call center dan
proyektor dengan teknologi tinggi. Kehadiran TMC digagas sejak tiga tahun lalu.
Kami belajar dari pengalaman Belanda, Singapura dan Jepang. Sistem ini bukan
hanya mampu meningkatkan pelayanan masyarakat dan kontrol terhadap para petugas
di lapangan, tetapi juga mampu memperbaiki citra polisi, karena dengan adanya
TMC, jumlah polisi atau petugas terkait lainnya di jalan bisa dikurangi ke
titik terendah. Keadaan ini tentu akan memperbaiki citra polisi dan aparat
terkait lainnya. Prinsipnya, kini kian sedikit petugas di jalan, namun justru
kian menguat kesan kota aman dan tertib di balik kerja polisi dan aparat lain
yang tak tampak.
Tujuan dibentuk Traffic Management Centre
1. Sebagai Pelayanan Quick Respon Time secara
Profesional terhadap masyarakat.
2. Sebagai Pelayanan Penegakkan Hukum.
3. Sebagai Pusat Informasi bagi Polri dan
Masyarakat.
Program – program Traffic Management Centre
1. Pelayanan Quick Respon Time secara
Profesional terhadap masyarakat.
2. Analisa Pelanggaran dan Kecelakaan Lalu
Lintas (Black Spot).
3. Pusat Informasi Surat Ijin Mengemudi (SIM),
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Bukti Kepememilikan Kendaraan Bermotor (
BPKB) bagi Polri dan Masyarakat.
4. Pusat Informasi kegiatan dan Kemacetan Lalu
Lintas.
5. Pusat Informasi Hilang Temu Kendaraan
Bermotor.
6. Pusat Kendali Patroli Ranmor dalam
mewujudkan Keselamatan dan Kamtibcar Lantas.
7. Pusat Informasi Kualitas Baku Mutu Udara.
8. Pusat Pengendalian Lalu Lintas.
Adapun perangkat/teknologi yang
dimiliki oleh Traffic Management Centre Dit Lantas Polda Metropolitan Jakarta
Raya adalah:
1. GPS (Global Positioning System) sebanyak 44
yang dipasang di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang rawan gangguan keamanan.
2. CCTV (Closed Circuit TeleVision) sebagai
kamera pengintai sebanyak 50 unit yang disebar ke beberapa titik rawan
kemacetan, mempunyai spesifikasi teknis bisa digerakkan 360 derajat.
3. SMS (Short Messaging Service) dengan SMS
1120 masyarakat dapat melapor langsung dari TKP jika ada pelanggaran hukum,
sehingga segala laporan dan pengaduan dapat dilayani dengan cepat.
4. Internet Service (Website) melalui
situs
http://www.lantas.metro.polri.go.id
5. Identification Service (SIM, STNK &
BPKB)
6. Traffic Accident Service (Pelayanan
Informasi Laka Lantas )
7. Law Enforcement Service (Pelayanan Penegakkan
Hukum)
8. Video Conference (Teknologi Konferensi Jarak
Jauh)
9. Faximile
10. Telp. Bebas Pulsa 112 (Hunting)
TMC berfungsi untuk memonitor
adanya gangguan keamanan di wilayah seputar Jakarta dengan CCTV. Monitor di
ruang TMC terus online, dan menunjukkan tayangan dua gambar. Yang satu
menunjukkan situasi arus lalu lintas di kawasan A, termasuk adanya jenis gangguan
keamanan. Tayangan yang lain memperlihatkan peta penuh titik lokasi yang
berasal dari sinyal kendaraan patroli polisi yang dilengkapi GPS atau Sistem
Informasi Geografis (GIS/Geographic Information System), serta sejumlah lokasi
pos polisi. Karena semua sudah saling terkoordinasi, maka bantuan ke daerah
kejadian akan segera ditangani.
Kehadiran TMC memang punya manfaat
lain, seperti memantau lokasi genangan air dan pohon tumbang, mengingat cuaca
sekarang ini sedang tidak menentu. TMC juga bisa mengidentifikasi nomor
kendaraan bermotor dan data seluruh kendaraan yang ada di wilayah hukum Polda
Metro. Hal ini dimungkinkan karena TMC sudah terintegrasi dengan seluruh kantor
Sistem Administrasi Manunggal di bawah Satu Atap (Samsat) di Jakarta, Depok,
Tangerang, dan Bekasi. Dengan demikian polisi tak perlu lagi menghubungi kantor
Samsat. Data pemegang Surat Izin Mengemudi (SIM) pun bisa diakses dari TMC.
Jadi kalau pemegang SIM-nya sering melanggar, polisi bisa cepat mencabut SIM.
Kehadiran TMC belum bisa mengurangi
petugas patroli jalan raya seperti di negara- negara maju. Hal ini disebabkan
masyarakat kita sebagian besar belum sadar hukum. Oleh karena itu penggunaan
jaringan CCTV yang dikendalikan TMC, belum sepenuhnya mengurangi kehadiran
polisi di jalan, terutama di hari-hari sibuk. Misalnya saat hari raya dan
sebagainya. Saat ini, masyarakat kita taat kalau ada polisi. Meski demikian,
kehadiran TMC sudah pada tingkat harus ada di Jakarta, karena tingginya
penduduk, tingginya mobilitas warga, dan bertambahnya kendaraan yang tidak
seimbang dengan pertambahan jalan.
Zona Electronic Road Pricing (ERP) dan Pembatasan
Kepemilikan Kendaraan Pribadi (KKP)
Setelah
penyediaan angkutan massa yang baik terpenuhi, barulah kebijakan berikutnya
adalah penerapan Zona Electronic Road Pricing (ERP) dan Pembatasan Kepemilikan
Kendaraan Pribadi (KKP). Perlu diingat sekali lagi, zona ERP dan pembatasan
kepemilikan kendaraan pribadi hanya bisa diterapkan apabila manjemen angkutan
umum sudah baik dan mampu memuaskan kebutuhan sebagian besar masyarakat
Jabodetabek, apabila angkutan umum masih sangat jelek tidak boleh menerapkan
zona ERP dan pembatasan pemilikan kendaraan karena akan menyebabkan ekonomi
biaya tinggi.
Dari segi
kebijakan Penerapan ERP sebenarnya sudah bisa dilakukan berdasarkan UU No. 22
tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jika kita kembali mencermati
ayat 3 Pasal 133 UU No 22 / 2009 sebagai berikut: Pembatasan Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat dilakukan dengan
pengenaan retribusi pengendalian Lalu Lintas yang diperuntukkan bagi
peningkatan kinerja Lalu Lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika ERP
telah diterapkan nantinya, sebuah alat yang diberi nama On Board Unit (OBU)
akan dipasang di setiap mobil yang ada di ibu kota. Proses pembayaran tarif ERP
yang dihitung dari OBU dan dapat langsung dilakukan melalui telepon genggam
para pemilik kendaraan. Bahkan dengan aplikasi yang dikembangkan nantinya,
melalui OBU itu pemilik kendaraan bisa membayar parkir hingga membeli makanan.
ERP di Jakarta
akan diterapkan di Jalan protokol di ibu kota. Cara kerjanya, kamera yang
terpasang di gerbang ERP akan memindai OBU yang ada di kendaraan. Uji coba
sudah dilakukan Pemprov DKI Jakarta di dua ruas jalan yakni Jalan Jenderal
Sudirman dan HR Rasuna Said.
Sedangkan
untuk penerapan Pembatasan Kepemilikan Kendaraan Pribadi (KKP) bisa dengan
memperketat pembuatan SIM dilengkapi dengan Ijin Mengendara dengan masa
tertentu dan tambahan biaya tertentu atau dengan penerapan Certificate of
Entitlement (CoE) sebagai syarat saat pembelian kendaraan.
Penerapan
CoE ini bisa dicontoh Pemerintah Singapura, Certificate of Entitlement (CoE)
atau Sertifikat Hak, Pemerintah Singapura mulai menerapkan ini sejak Mei 1990,
adalah program yang dirancang untuk membatasi kepemilikan mobil dan untuk
mengurangi jumlah kendaraan di jalan negara. Sistem ini berlaku mengharuskan
warga Singapura membatasi pembelian kendaraan pribadi, karena jumlah sertifikat
sengaja dibatasi.
CoE
memungkinkan pemegang untuk memiliki mobil untuk jangka waktu 10 tahun, setelah
itu mereka harus membuang/daur ulang atau ekspor mobil mereka atau dijual
kembali pada lembaga yang menerbitkan CoE dengan harga yang berlaku. Jika
mereka ingin terus menggunakan mobil mereka selama 5 lebih lanjut atau 10 tahun
makan akan diterbitkan perpanjangan CoE dengan biaya yang jauh lebih mahal.
Sumber :
http://rixco.multiply.com/journal/item/306/PUSAT_KOMANDO_KENDALI_LALU_LINTAS_TMC_POLDA_METRO_JAYA_BERTEKNOLOGI_CANGGIH_
http://www.biskom.web.id/2008/06/05/sambodo-purnomo-yogo-dengan-ti-polisi-tingkatkan-citra-dan-kinerja.bwi
http://www.lantas.metro.polri.go.id/profil/index.php?id=1
http://www.kompasiana.com/www.curtin.edu.au/konsep-solusi-kemacetan-untuk-jakarta_5519534b81331189769de0cf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar