Sudah 70
tahun merdeka, mimpi para founding fathers tersebut belum juga menjadi
kenyataan akibat sekian lama orientasi kebijakan yang cenderung mengikuti nalar
daratan dan meninggalkan identitas lautan.
Kini, pemerintahan yang baru hasil pemilu 2014 kembali mengusung visi
maritim yang pernah dicita-citakan oleh founding fathers.
Untuk
mewujudkan misinya tersebut Jokowi-JK merumuskan dalam 3 Trisakti yakni
Berdaulat Di Bidang Politik, Berdikari Ekonomi dan Berkepribadian Dalam
Kebudayaan. Adapun untuk janji program nyata yang akan dilaksanakan terutama
dalam menunjang visi berdikari ekonomi dalam sektor maritim adalah sebagai
berikut : point ke (19) Pengembangan industri perkapalan di dalam negeri untuk
menyediakan sarana transportasi laut yang aman, efisien dan nyaman (20)
Pengembangan kapasitas dan kapabilitas perusahaan jasa kapal laut di Indonesia
(21) Pengembangan rute kapal laut yang menghubungkan seluruh kepulauan di
Indonesia secara efisien termasuk pulau-pulau terisolasi (22) Revitalisasi
pelabuhan laut yang sudah ada, terutama pengembangan Belawan, Tanjung Priok,
Tanjung Perak, Bitung, Makasar dan Sorong sebagai Hub Port berkelas
internasional ,(23) Membangun dryport, (26) Penurunan biaya logistik 5% per
tahun dengan mengembangkan sitem transportasi umum massal terintegrasi yang
berimbang baik di lautan, udara maupun darat, (34) Bertambahnya kapal domestik
(35) Peningkatan jumlah pelabuhan kontainer (10 unit).
Untuk
konektivitas antar pulau-pulau di Indonesia Jokowi-JK menjadikan proyek tol
laut sebagai proyek unggulan. Tol laut bukanlah jalan tol yang dibangun diatas
laut atau di bawah laut. Menurut tim ahli ekonomi Jokowi-JK (dalam Kompas.com)
, Tol laut adalah jalur kapal-kapal besar yang menghubungkan
pelabuhan-pelabuhan utama Indonesia. Akan ada kapal rutin berlayar dari
Sumatera ke Papua dan kembali. Kalau jadwal teratur maka sistem transportasi
laut bisa efisien. Saat ini sistem transportasi laut khususnya untuk barang
masih jauh dari apa yang dibayangkan. Tidak ada jadwal kapal berangkat, tiba
dan penurunan barang secara pasti. Ini menyebabkan biaya logistik di Indonesia
cenderung mahal. Pada tahun 2014, biaya logistik Indonesia mencapai 24 persen
dari produk domestik bruto (PDB), sementara pada tahun 2011 mencapai 24,6 %
dari PDB. Jelas sangat tidak efisien dan hampir separuh ongkos logistik di
Indonesia disedot ongkos transportasi. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
Singapura sebesar 8 persen, Malaysia 13
persen. Thailand 20 persen dan bahkan jauh lebih tinggi dari Vietnam yang hanya
25 persen PDB.
PT Pelindo II (Persero) baru saja mendapat dana segar
senilai Rp 20,8 triliun dari hasil penerbitan obligasi. Dengan dana tersebut,
perseroan siap melakukan pengembangan dan pembangunan lima pelabuhan prioritas
mulai tahun ini.
Corporate Secretary Pelindo II Rima Novianti mengatakan
dana obligasi yang didapat pada akhir bulan lalu, akan digunakan untuk proyek
kepelabuhanan prioritas tahun ini. Proyek tersebut adalah proyek New Priok
Kalibaru; Pelabuhan Sorong, Papua; Pelabuhan Kijing, Kalimantan Barat;
Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat; dan Pelabuhan Tanjung Carat, Sumatera Selatan.
Kapasitas daya tampung mobil di pelabuhan Tanjung Priok
juga akan ditambah, dari 250.000 unit menjadi 750.000 unit. Selain itu ada
rencana pengembangan 12 pelabuhan lainnya yang sedang dikaji kelayakannya,
untuk mendukung program tol laut. ”Studi kelayakan ini termasuk perencanaan
pengerjaan kanal Cikarang – Tanjung Priok,” kata Rima, kepada Katadata, Senin
(11/5).
Pelindo mengalokasikan sekitar Rp 8 triliun digunakan
untuk proyek New Priok, Rp 4 triliun sudah sudah dikucurkan, sisanya Rp 2
triliun tahun depan dan Rp 2 triliun lagi pada kuartal I-2017. Investasi untuk
Pelabuhan Sorong sebesar Rp 3 triliun, Pelabuhan Cirebon Rp 1 triliun, dan
Pelabuhan Kijing sebesar Rp 2 triliun – Rp 3 triliun.
Saat ini pengerjaan proyek New Priok sudah berjalan 45
persen. Pelabuhan Sorong dan Kijing
masih tahap studi kelayakan dan pembebasan lahan. Sedangkan pelabuhan Cirebon
hanya perlu dioptimalkan saja.
“Pengerjaan fisik (Pelabuhan Sorong) akan dimulai bulan September
2015,” ujar Rima kepada Katadata, Senin (8/5).
Di luar pembangunan pelabuhan, dana hasil obligasi juga
akan dipakai untuk membayar hutang sebesar Rp 6,5 triliun. Seluruh anggaran
akan habis dipakai hingga kuartal I-2017.
Pelindo II menerbitkan obligasi dengan mata uang asing
(global bond) dalam dua seri. Seri pertama senilai US$ 1,1 miliar dengan
tenor 10 tahun, kupon 4,25 persen, dan
imbal hasil 4,37 persen. Untuk seri kedua nilainya US$ 500 juta, dengan tenor
30 tahun, kupon 5,37 persen, dan imbal hasil 5,5 persen.
Penerbitan global bond ini merupakan yang terbesar dalam sejarah yang
pernah dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pelindo II menunjuk tiga bank yakni ANZ, BNP
Paribas, dan Citigroup, dan dua perusahaan sekuritas yaitu PT Danareksa
Sekuritas dan juga PT Bahana Securities sebagai sebagai joint bookrunners dan
joint lead managers untuk menangani
transaksi obligasi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar