Seorang
pegawai tetap yang kerja di Divisi Kapal Perang mengeluh karena atasannya tidak
adil. Dia paling senior dan sudah bekerja lebih dari 25 tahun namun juga belum
diangkat sebagai Kepala Biro, sedangkan ada pegawai yang kerja baru 5 tahun
sudah diangkat sebagai Kepala Biro. Dia merasa didzalimi dan marah sekali.
……………………………………………………………………………………………..
Saya
tanya,”Apa yang membedakan pegawai baru dengan diri Anda sehingga pegawai baru
kerja 5 tahun sudah diangkat sebagai Kepala Biro?”
“Bapak
tidak boleh begitu. Bapak pilih kasih. Saya kan sudah bekerja lebih dari 25
tahun masa tidak dihargai,” keluhnya.
“Anda
belum jawab pertanyaan saya,” kejar saya.
Pegawai
senior ini tertunduk dan tidak berani menjawab pertanyaan saya.
Saya
mengulangi pertanyaan saya, kali ini dengan lebih perlahan, ”Apa yang
membedakan pegawai baru dengan diri Anda sehingga pegawai baru kerja 5 tahun
sudah diangkat sebagai Kepala Biro?”
“Pegawai
baru itu lebih disayang Bapak,”jawabnya.
“Menurut
anda mengapa saya lebih sayang pegawai baru itu?”tanya saya
“Pegawai
baru itu mampu dan konsisten menyelaraskan budaya kerja dengan spiritual
organisasi bisnis walaupun di masa pandemi Covid-19”jawabnya.
“Nah,
kalau anda bagaimana?” Tanya saya lagi.
“Memang
saya tidak bisa seperti pegawai baru itu, tapi saya kan sudah kerja lebih dari
25 tahun. Masa ini tidak dihargai,” kembali ia mengeluh.
“Begini
lho pemikirannya manajemen perusahaan. Manajemen jauh lebih suka dan menghargai
pegawai yang mampu dan konsisten menyelaraskan budaya kerja “AKHLAK” dengan
spiritual organisasi bisnis sehingga perusahaan dapat meningkatkan
produktifitas dan kinerja. Kepanjangan “AKHLAK” adalah :
Bila
hanya mengandalkan lama waktu kerja sebagai ukuran pengangkatan sebagai Kepala
Biro tentu ini tidak fair. Apalagi pegawai ini prestasinya biasa saja. Harga
atau nilai pegawai di mata manajemen ditentukan oleh besar kontribusi yang
mereka berikan bukan hanya ditentukan oleh masa kerja. Jadi saran saya, anda
harus kerja keras dan buat prestasi yang membanggakan unit kerja anda,”jelas
saya.
“Tapi
buat apa saya kerja keras, bela-belain perusahaan kalau sekarang saya masih
pelaksana,”tanyanya.
“Maunya
anda bagaimana?”
“Harusnya
perusahaan segera mengangkat saya sebagai Kepala Biro. Setelah itu tentu saya
akan semangat kerja dan membuat prestasi yang membanggakan perusahaan,”
jawabnya lagi.
Saya
sering jumpa pegawai tipe ini, cara berfikir terbalik dan melanggar hukum
“Tabur- Tuai”. Hukum Tabur-Tuai mengatakan bahwa untuk bisa menuai kita perlu
menabur. Urutannya tabur kemudian tuai bukan tuai baru tabur.